MAKALAH INFLASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Makalah Inflasi dalam Perspektif Islam
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Inflasi merupakan masalah yang terus menerus
menjadi perhatian pemerintah. Tujuan jangka panjang pemerintah adalah menjaga
agar tingkat inflasi yang berlaku berada pada tingkat yang sangat rendah.
Tingkat inflasi nol persen bukanlah tujuan utama kebijakan pemerintah karena
hal itu sangatlah sulit, yang paling penting adalah mengusahakan untuk menjaga
agar tingkat inflasi tetap rendah.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah
untuk mengatasi inflasi antara lain dengan kebijakan moneter, kebijakan fiskal
dan kebijakan-kebijakan lain yang bertujuan menurunkan tingkat inflasi.
Bagaimanakah Ekonomi konvensional dan ekonomin Islam menangani masalah
inflasi, hal itu akan di bahas dalam makalah ini.
2. Rumusan
Masalah
a. Pengertian
Inflasi
b. Macam-Macam
inflasi
c. Sebab
akibat inflasi
d. Hubungan
inflasi dengan pengangguran
e. Solusi
dalam prespektif Islam
3.
Tujuan penulisan
a. Mengetahui
inflasi dalam perspektif islam
b. Mengetahui
faktor yang menyebabkan infalsi dan efek inflasi
c. Cara
mengatasi inflasi dalam perspektif islam
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN INFLASI
Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi
yang banyak mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi. Syarat
adanya kecenderungan menaik yang terus menerus juga perlu diingat, karena
kenaikan harga karena musiman, menjelang hari-hari besar atau yang terjadi
sekali saja, dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.
Jika seandainya harga-harga dari sebagian
barang diatur pemerintah, maka harga-harga yang dicatat oleh biro statistik
mungkin tidak menunjukkan kenaikan apapun karena yang dicatat adalah
harga-harga “resmi” pemerintah. Tetapi kenyataan yang terjadi ada kecenderungan
bagi harga-harga untuk terus menaik. Dalam hal inflasi sebetulnya ada, tetapi
tidak diperlihatkan. Keadaan ini disebut “suppressed inflation” atau “inflasi
yang ditutupi” , yang pada suatu waktu aka terlihat karena harga-harga resmi
makin tidak relevan dalam kenyataan. Umumnya inflasi diukur dengan perubahan harga
kelompok barang dan jasa yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat, seperti
tercermin pada perkembangan Indeks Harga Konsumen (IHK).
Inflasi merupakan kondisi kenaikan harga
barang dan jasa secara umum dan terus menerus.
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai
meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari
satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu
meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari
inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk
mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari
waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang
IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang
dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor
perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa
kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa
di setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international
best practice antara lain:
1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).
Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi
antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya
dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih
detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]
2. Deflator
Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang
akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi
(negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal
dengan PDB atas dasar harga konstan.
Banyak fakor yang menyebabkan terjadinya
inflasi, diantara faktor tersebut ada yang bersifat ekonomi namun bias juga
disebabkan kebijakan pemerintah. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi inflasi
antara lain:
1. Meningkatnya
kegiatan ekonomi sehingga mendorong peningkatan permintaan agregat namun tidak
diimbangi dengan meningkatnya penawaran agregat karena adanya kepada kendala
struktural perekonomian.
2. Kebijakan
pemerintah di bidang harga dan pendapatan seperti kenaikan harga BBM (Bahan
Bakar Minyak), listrik, air minum, menaikkan upah minimum tenaga kerja swasta
dan gaji pegawai negeri diperkirakan memberikan tambahan terhadap inflasi.
3. Melemahnya
Nilai Tukar Rupiah sehingga harga cenderung naik dan sulit untuk turun apabila
nilai tukar rupiah menguat.
4. Tingginya
ekspektasi inflasi masyarakat, artinya ada kecenderungan masyarakat yang sangat
tinggi terhadap konsumsi sehingga memicu kenaikan harga-harga barang.
Jenis – Jenis Inflasi
Inflasi
dapat dibedakan menjadi 3 jenis yakni berdasarkan tingkat keparahan, penyebab,
dan sumbernya. Berikut adalah penjelasan selengkapnya sebagai berikut :
1.
Jenis Inflasi Berdasarkan Tingkat Keparahannya
Berdasarkan
tingkat keparahannya, inflasi dibagi menjadi 4 diantaranya :
1. Inflasi
Ringan yakni
suatu inflasi yang mudah untuk dikendalikan dan belum begitu menganggu
perekonomian suatu negara. Terjadi kenaikan harga suatu barang/ jasa secara
umum, yaitu di bawah 10% per tahun dan dapat dikendalikan.
- Inflasi Sedang yakni
suatu inflasi yang dapat menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat
berpengahsilan tetap, namun belum membahayakan kegiatan perekonomian suatu
negara. Inflasi ini juga berada di kisaran 10% – 30% per tahun.
- Inflasi Berat adalah
suatu inflasi yang mengakibatkan kekacauan perekonomian di suatu negara.
Pada kondisi ini umumnya masyarakat lebih memilih untuk menyimpan barang
dan tidak mau menabung karena bunganya jauh lebih rendah ketimbang nilai
inflasi. Inflasi ini berada pada kisaran 30% – 100% per tahun.
- Inflasi Sangat Berat (Hyperinflation) merupakan inflasi yang telah mengacaukan
perekonomian suatu negara dan sangat sulit untuk dikendalikan meskipun
dapat dilakukan kebijakan moneter dan fiskal. Inflasi ini juga berada di
kisaran 100% ke atas per tahun.
2.
Jenis Inflasi Berdasarkan Penyebabnya
Berdasarkan
penyebabnya, inflasi dapat dibedakan menjadi 2 adalah sebagai berikut :
1. Demand
pull inflation yakni
suatu inflasi yang terjadi karena permintaan akan barang/ jasa lebih tinggi
dari yang bisa dipenuhi oleh produsen.
- Cost push inflation yaitu inflasi yang terjadi karena terjadi kenaikan
biaya suatu produksi sehingga harga penawaran barang naik.
- Bottle neck inflation merupakan
suatu inflasi campuran yang disebabkan oleh faktor penawaran atau faktor permintaan.
3.
Jenis Inflasi Berdasarkan Sumbernya
Berdasarkan
sumbernya, inflasi dapat dibedakan menjadi 2, yakni :
1. Domestic
inflation yakni
inflasi yang bersumber dari dalam negeri. Inflasi ini terjadi karena jumlah
uang di masyarakat sangat lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Inflasi jenis
ini juga dapat terjadi ketika jumlah suatu barang/ jasa tertentu berkurang
sedangkan permintaan tetap sehingga harga-harga naik.
- Imported inflation adalah
suatu inflasi yang bersumber dari luar negeri. Inflasi ini terjadi pada
negara yang melakukan perdagangan bebas dimana ada kenaikan suatu harga di
luar negeri. Contohnya saja Indonesia yang melakukan impor barang modal
dari negara lain. Ternyata harga barang-barang modal di negara tersebut
naik, jadi kenaikan harga tersebut berdampak bagi Indonesia sehingga
mengakibatkan inflasi.
2. Dampak
dari Inflasi
Mengacu
pada pengertian inflasi di atas, suatu kondisi ekonomi ini memiliki dampak
positif dan negatif bagi suatu negara. Berikut ini adalah beberapa dampak
inflasi secara umum diantaranya :
1.
Dampak Inflasi Terhadap Pendapatan
Inflasi
dapat juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap pendapatan
masyarakat. Pada kondisi tertentu, misalnya inflasi lunak, justru akan
mendorong para pengusaha untuk memperluas suatu produksi sehingga meningkatkan
perekonomian.
Namun,
inflasi juga akan berdampak buruk bagi mereka yang berpenghasilan tetap karena
nilai uangnya tetap sedangkan harga barang/ jasa naik.
2.
Dampak Inflasi Terhadap Ekspor
Kemampuan
ekspor suatu negara akan dapat berkurang ketika mengalami inflasi, karena biaya
ekspor akan lebih mahal. Selain itu, daya saing barang ekspor juga dapat
mengalami penurunan, yang pada akhirnya pendapatan dari devisa pun berkurang.
3.
Dampak Inflasi Terhadap Minat Menabung
Seperti
yang telah disebutkan pada pengertian inflasi di atas, pada suatu kondisi
inflasi minat menabung sebagian besar orang akan berkurang. Alasannya, karena
pendapatan dari bunga tabungan ini jauh lebih kecil sedangkan penabung harus
membayar biaya administrasi tabungannya juga.
4.
Dampak Inflasi Terhadap Kalkulasi Harga Pokok
Kondisi
inflasi akan mengakibatkan perhitungan penetapan harga pokok yang menjadi sulit
karena bisa menjadi terlalu kecil atau terlalu besar. Persentase inflasi yang
terjadi di masa depan seringkali tidak dapat diprediksikan secara akurat.
Hal
ini kemudian akan membuat suatu proses penetapan harga pokok dan harga jual
menjadi tidak akurat. Pada kondisi tertentu, inflasi ini juga akan membuat para
produsen kesulitan dan mengakibatkan kekacauan perekonomian.
Cara mengatasi Inflasi
Tingkat inflasi yang terlalu tinggi bisa membahayakan perekonomian suatu
negara. Oleh sebab itu, inflasi harus dapat segera diatas. Tindakan yang dapat
diambil untuk mengatasi suatu inflasi dapat berupa :
1. Kebijakan Moneter
- Kebijakan penetapan persediaan kas :
Bank sentral dapat mengambil kebijakan untuk mengurangi uang yang beredar
dengan jalan untuk menetapkan persediaan uang yang beredar dengan jalan
menetapkan persediaan uang kas pada bank-bank. Dengan mewajibkan bank-bank
umum yang dapat diedarkan oleh bank-bank umum menjadi sedikit. Dengan
mengurangi jumlah uang beredar, inflasi juga dapat ditekan.
- Kebijakan diskonto :
Untuk dapat mengatasi inflasi, bank sentral dapat menerapkan kebijakan
diskonto yaitu dengan cara meningkatkan nilai suku bunga. Tujuannya ialah
agar masyarakat terdorong untuk menabung. Dengan demikian, dapat
diharapkan jumlah uang yang beredar dapat berkurang sehingga tingkat
inflasi dapat ditekan.
- Kebijakan operasi pasar terbuka :
melalui kebijakan ini, bank sentral juga dapat mengurangi jumlah uang yang
beredar dengan cara menjual surat-surat berharga, contohnya saja Surat
Utang Negara (SUN). Semakin banyak jumlah surat-surat berharga yang
terjual, maka jumlah uang beredar akan berkurang sehingga dapat mengurangi
tingkat inflasi.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan suatu langkah untuk memengaruhi penerimaan
dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan itu juga dapat memengaruhi tingkat
inflasi. Kebijakan itu diantaranya :
- Menghemat pengeluaran pemerintah :
Pemerintah dapat juga menekan inflasi dengan cara mengurangi pengeluaran,
sehingga permintaan akan barang dan jasa dapat berkurang yang pada
akhirnya dapat menurunkan harga.
- Menaikkan tarif pajak :
Untuk menekan suatu inflasi, pemerintah dapat menaikkan tarif pajak.
Naiknya tarif pajak untuk rumah tangga dan suatu perusahaan akan
mengurangi tingkat konsumsi. Pengurangan tingkat konsumsi juga dapat
mengurangi permintaan barang dan jasa, sehingga harga dapat turun.
3. Kebijakan Lain di Luar Suatu Kebijakan Moneter dan
Kebijakan Fiskal
Untuk bisa memperbaiki dampak yang diakibatkan inflasi, pemerintah
menerapkan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Tetapi selain kebijakan
moneter dan fiskal, pemerintah juga masih mempunyai cara lain. Cara-cara dalam
mengendalikan inflasi diantaranya :
- Meningkatkan produksi dan menambah jumlah barang
di pasar :
Untuk menambah suatu produksi, pemerintah dapat mengeluarkan produksi. Hal
itu dapat juga ditempuh, dengan misalnya, dengan memberi premi atau
subsidi pada suatu perusahaan yang dapat memenuhi target tertentu. Selain
itu, untuk menambah jumlah barang yang beredar, pemerintah juga dapat
melonggarkan keran suatu impor. Misalnya, dengan menurunkan bea cukai masuk
barang impor.
- Menetapkan harga maksimum untuk beberapa jenis
barang :
Penetapan suatu harga tersebut akan mengendalikan harga yang ada sehingga
inflasi dapat juga dikendalikan. Tetapi penetapan itu juga harus
bisa realistis. Kalau penetapan itu tidak realistis, akan berakibat
terjadi pasar gelap (black market).
TEORI-TEORI INFLASI
Secara garis besar 3 kelompok teori mengenai inflasi,
masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi, yaitu :
1. Teori
Kuantitas
Teori ini menyoroti peranan
dalam proses inflasi dari sisi jumlah uang yang beredar, dan psikologi
(harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectation) inti dari
teori ini adalah :
- Inflasi hanya bias terjadi kalau ada penambahan volume
uang yang beredar (berupa penambahan uang cartal atau penambahan uang
giral).
- Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah
uang yang beredar dan oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai
kenaikan harga-harga di masa mendatang.
2. Teori
Keynes
Menurut teori ini, inflasi terjadi karena
suatu masyrakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi
menurut pandangan ini adalah proses perebutan bagian rezeki diantara
kelompok-kelompok social yang menginginkan bagian yang lebih besar dari pada
yang bias disediakan oleh masyarakat. Proses perebutan ini diterjemahkan
menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi
jumlah barang-barang yang tersedia (timbulnya inflationarygap).
3. Teori
Strukturalis
Adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan
atas pengalaman di negara Amerika latin. Teori ini member tekanan pada
ketegaran (rigiditas) dari struktur perekonomian yang sedang berkembang. Karena
inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari
perekonomian(faktor-faktor ini hanya bias berubah secara gradual dan dalam
jangka panjang) maka teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang. Teori
ini menerangkan proses inflasi jangka panjang di Negara-negara yang sedang
berkembang.
- Jumlah
uang yang beredar bertambah secara pasif mengikuti dan menampung kenaikan
harga barang-barang tersebut. Proses inflasi tersebut dapat berlangsung
terus hanya bila jumlah uang yang beredar juga bertambah terus. Tanpa
kenaikan jumlah uang, proses tersebut akan berhenti dengan sendirinya.
(juga dalam teori Keynes dan teori kuantitas).
- Tidak
jarang faktor-faktor struktural yang dikatakan sebagai sebab musabab yang
paling dasar dari proses inflasi tersebut bukan 100% struktural. Sering
dijumpai bahwa ketegaran-ketegaran tersebut disebabkan oleh kebijaksanaan
harga/moneter pemerintah sendiri.
3. Hubungan
Antara Inflasi dengan Pengangguran
Inflasi merupakan salah satu masalah
ekonomi yang kompleks. Inflasi memiliki hubungan dengan banyak masalah ekonomi
yang lain. Inflasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh masalah-masalah ekonomi
lain tersebut. Salah satu masalah ekonomi yang berhubungan dengan inflasi
adalah pengangguran. Lantas, bagaimana hubungan antara inflasi dengan
pengangguran?
Selama bertahun-tahun, para ekonom
telah mempelajari hubungan antara pengangguran dan inflasi upah serta tingkat
inflasi keseluruhan. A.W. Phillips adalah salah satu ekonom pertama yang
menyajikan bukti kuat tentang hubungan terbalik antara pengangguran dan inflasi
upah. Phillips mempelajari hubungan antara pengangguran dan tingkat perubahan
upah di Inggris selama hampir satu abad penuh, yaitu dari tahu 1861 hingga
1957.
Phillips berhipotesis bahwa ketika
permintaan tenaga kerja tinggi dan ada beberapa pekerja yang menganggur,
pengusaha dapat diharapkan untuk menawar upah dengan cukup cepat. Namun, ketika
permintaan tenaga kerja rendah dan pengangguran tinggi, pekerja enggan menerima
upah lebih rendah dari tingkat yang berlaku. Implikasinya adalah tingkat upah
turun sangat lambat.
Faktor kedua yang mempengaruhi
perubahan tingkat upah adalah tingkat perubahan pengangguran. Jika bisnis
sedang dalam keadaan baik, pengusaha akan mengajukan penawaran lebih keras
untuk pekerja. Hal ini menandakan bahwa permintaan akan tenaga kerja meningkat
dengan cepat daripada jika permintaan akan tenaga kerja tidak meningkat atau
hanya meningkat dengan lambat.
Karena upah dan gaji adalah biaya
input utama bagi perusahaan, kenaikan upah harus mengarah pada harga yang lebih
tinggi untuk produk dan jasa dalam suatu ekonomi, yang pada akhirnya mendorong
tingkat inflasi keseluruhan yang lebih tinggi. Akibatnya, Phillips membuat
grafik hubungan antara inflasi harga umum dan pengangguran, bukan inflasi upah.
Grafik tersebut dikenal sebagai Kurva Phillips.
Kurva Philips jangka pendek dapat digambarkan sebagai:
Dari grafik Kurva Philis tersebut
dapat dilihat bahwa tingkat inflasi dan pengangguran memiliki hubungan yang
negatif. Semakin tinggi tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran akan
menurun, begitupun sebaliknya.
Bantahan Teori Kurva Philips
Seperti halnya pada teori-teori lain,
ada teori yang juga membantah teori kurva Philips. Pada akhir tahun 1960-an,
sekelompok ekonom moneteret yang dipimpin oleh Milton Friedman dan Edmund
Phelps, berpendapat bahwa Kurva Phillips tidak berlaku dalam jangka panjang.
Mereka berpendapat bahwa dalam jangka panjang, ekonomi cenderung akan kembali
ke tingkat pengangguran alami. Hal ini terjadi karena tingkat pengangguran pada
jangka panjang akan menyesuaikan tingkat inflasi.
Tingkat alami yang dimaksud adalah
tingkat pengangguran jangka panjang yang diamati setelah efek dari faktor
siklus jangka pendek telah menghilang dan upah telah disesuaikan ke tingkat
dimana pasokan dan permintaan di pasar tenaga kerja seimbang. Jika pekerja
mengharapkan harga naik, mereka akan menuntut upah yang lebih tinggi sehingga
upah riil mereka yang disesuaikan dengan inflasi menjadi konstan.
Saat kebijakan moneter atau fiskal
diberlakukan untuk menurunkan pengangguran di bawah tingkat alami, peningkatan
permintaan yang dihasilkan akan mendorong perusahaan dan produsen untuk
menaikkan harga lebih cepat. Ketika inflasi meningkat, pekerja dapat memasok
tenaga kerja dalam jangka pendek karena upah yang lebih tinggi. Hal ini akan
mengarah pada penurunan tingkat pengangguran. Namun dalam jangka panjang,
ketika pekerja sepenuhnya menyadari hilangnya daya beli mereka dalam keadaan
inflasi, kesediaan mereka untuk memasok tenaga kerja berkurang dan tingkat
pengangguran naik ke tingkat alami. Namun, inflasi upah dan inflasi harga umum
terus meningkat.
Oleh karena itu, dalam jangka panjang
inflasi yang lebih tinggi tidak akan menguntungkan ekonomi melalui tingkat
pengangguran yang lebih rendah. Dengan cara yang sama, tingkat inflasi yang
lebih rendah seharusnya tidak menimbulkan biaya pada ekonomi melalui tingkat
pengangguran yang lebih tinggi. Karena inflasi tidak berdampak pada tingkat
pengangguran dalam jangka panjang, kurva Phillips jangka panjang berubah
menjadi garis vertikal pada tingkat pengangguran alami. Garis merah pada kurva
di bawah ini merupakan Kurva Philips jangka panjang. Garis vertikal tersebut
menunjukkan bahwa dalam jangka panjang tingkat inflasi tidak berhubungan dengan
tingkat pengangguran.
Temuan Friedman dan Phelps memunculkan
perbedaan antara kurva Phillips jangka pendek dan jangka panjang. Kurva
Phillips jangka pendek termasuk inflasi yang diharapkan sebagai penentu tingkat
inflasi saat ini.
Terlepas dari hubungannya dengan
tingkat pengangguran, ternyata inflasi juga memiliki pengaruh terhadap lapangan
pekerjaan. Inflasi dinilai dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Asumsi tersebut didukung oleh pernyataan Irving Fisher yaitu inflasi cenderung
meningkatkan penjualan dan harga jual lebih cepat daripada meningkatkan
biaya. Namun keadaan dimana inflasi dapat meningkatkan lapangan pekerjaan
dapat terjadi hanya saat inflasi tidak terduga.
Hal yang Menyebabkan Kurva Phillips
Bergeser
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, Kurva Phillips merupakan kurva yang menunjukkan hubungan antara
inflasi dan pengangguran. Dalam jangka pendek, inflasi dan pengangguran
berhubungan negatif. Sebaliknya, dalam jangka panjang tingkat inflasi dan
tingkat pengangguran tidak memiliki hubungan. Pada tahun 1960-an, para ekonom
percaya bahwa kurva Phillips jangka pendek stabil. Pada tahun 1970-an,
peristiwa ekonomi menghancurkan asumsi bahwa kurva Phillips dapat diprediksi.
Lantas, apa peristiwa ekonomi tersebut? Peristiwa ekonomi tersebut adalah
stagflasi yang disebabkan oleh guncangan pasokan agregat. Guncangan pasokan
agregat, seperti kenaikan biaya sumber daya, dapat menyebabkan kurva Phillips
bergeser.
Itulah penjelasan lengkap mengenai
hubungan inflasi dengan pengangguran. Hubungan inflasi dengan pengangguran
dijelaskan dalam Kurva Philips. Dalam jangka pendek, inflasi dan pengangguran
berhubungan negatif. Sedangkan dalam jangka panjang tingkat inflasi dan
pengangguran tidak berhubungan.
4.
Solusi Inflasi Perspektif
Ekonomi Islam
Secara teori, inflasi tidak
dapat dihapus dan dihentikan, namun laju inflasi dapat ditekan sedemikian rupa.
Islam sebetulnya pula solusi menekan laju inflasi seperti yang telah dikemukan
oleh tokoh-tokoh ekonomi Islam klasik. Misalnya al-Ghazali (1058-1111)
menyatakan, pemerintah mempunyai kewajiban menciptakan stabilitas nilai uang.
Dalam ini al-Ghazali membolehkan penggunaan uang yang bukan berasal dari logam
mulia seperti dinar dan dirham, tetapi dengan syarat pemerintah wajib menjaga
stabilitas nilai tukarnya dan pemerintah memastikan tidak ada spekulasi dalam
bentuk perdagangan uang.
Ibnu Taimiyah (1263-1328)
juga mempunyai solusi terhadap inflasi ini. Ia sangat menentang keras terhadap
terjadinya penurunan nilai mata uang dan percetakan uang yang berlebihan. Ia
berpendapat pemerintah seharusnya mencetak uang harus sesui dengan nilai yang
adil atas transaksi masyarakat, tidak memunculkan kezaliman terhadap mereka.
Ini berarti Ibnu Taimiyah menekankan bahwa percetakan uang harus seimbang
dengan trasnsaksi pada sector riil. Uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat
minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi dan dalam pecahan yang mempunyai
nilai nominal yang kecil.
Di samping itu ia juga
menyatakan bahwa nilai intrinsic mata uang harus sesuai dengan daya beli
masyarakat. Penciptaan mata uang dengan nilai nominal yang lebih besar dari
pada nilai intrinsiknya akan menyebabkan penurunan nilai mata uang serta akan
memunculkan inflasi. Ini berarti akibat dari rendahnya nilai intrinsic uang
menjadi salah satu terjadinya inflasi. Begitu juga pemalsuan mata uang dan
perdagangan mata uang di nilai ibn Taimiyah sebagai bentuk kezaliman terhadap
masyarakat dan bertentangan dengan kepentingan umum.
Husain Shahathah menawarkan
beberpa solusi untuk mengatasi inflasi adalah; 1) Reformasi terhadap system
moneter yang ada sekarang dan menghubungkan antara kuantitas uang dengan
kuantitas produksi. 2) Mengarahkan belanja dan melarang sikap berlebihan dan
belanja yang tidak bermanfaat. 3) Larangan menyimpan (menimbun) harta dan
mendorong untuk menginvestasikannya. 4) Meningkatkan produksi dengan memberikan
dorongan kepada masyarakat secara materil dan moral. Menjaga pasokan barang
kebutuhan pokok merupakan yang krusial untuk bias mengendalikan inflasi.
Dalam perekonomian sekarang
Bank sentral mempunyai peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank
sentral suatu negara umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat
yang wajar. Selain itu bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat
nilai tukar uang mata uang domestic. Saat ini pola inflation targeting banyak
diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia termasuk Indonesia.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Inflasi adalah suatu kondisi dimana terjadi kenaikan harga harga umum
secara terus menerus dari suatu perekonomian. Semantara kondisi dimana terjadi
penurunan harga dinamakan dengan deflasi. Dalam perspektif islam inflasi
diartikan sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit uang
terhadap suatu komoditas.
DAFTAR PUSTAKA
ejournal.stebisigm.ac.id/index.php/isbank/article/view/27
https://suherilbs.wordpress.com/2007/12/09/inflasi-dalam-perspektif-islam
0 Response to "MAKALAH INFLASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM"
Posting Komentar