Makalah Sejarah dan perkembangan Pasar Modal di Indonesia
Makalah Sejarah dan perkembangan Pasar Modal di Indonesia
Sejarah dan perkembangan Pasar Modal
di Indonesia
I. Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Sejarah Pasar Modal Indonesia Dalam
pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari
pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa
mendatang akan semakin besar. Kebutuhan ini tidak akan dapat dibiayai oleh
pemerintah saja melalui penerimaan pajak dan penerimaan lainnya. Kadang kala pemenuhan kebutuhan ini dapat
diperoleh dari bantuan luar negeri. Seperti halnya negara-negara berkembang
lainnya, Indonesia sering kali memperoleh pinjaman luar negeri untuk mendukung
pembangunan nasional. Namun bagi pemerintah pinjaman luar negeri bukan
merupakan cara yang strategis untuk pembangunan, potensi dana masyarakat
Indonesia harus bisa dioptimalkan untuk digunakan. Untuk itu, dibentuk pasar
modal yang dimaksudkan sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
pembangunan. Fungsi strategis dan penting pasar modal membuat pemerintah amat
berkepentingan atas perkembangan dan kemajuan pasar modal, karena berpotensi
untuk penghimpunan dana secara masif, sehingga dapat dimanfaatkan untuk
memperbesar volume kegiatan pembangunan.
Dalam era globalisasi, setiap negara harus
tunduk pada peraturan ekonomi regional dan organisasi ekonomi dunia serta tidak
bebas lagi atau terlarang menentukan aturan main yang bertentangan atau yang
tidak sesuai dengan aturan internasioanl yang telah disepakati. Misalnya,
dengan WTO, suatu negara terikat oleh hukum internasional dan tidak mungkin
lagi membuat perundangan sendiri yang bertentangan dengan hukum internasional
walaupun untuk tujuan yang baik, yaitu mengatur kepentingan negara sendiri oleh
karena hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional yang
akan menghapai hukuman internasional yang serius. Alasan seperti inilah yang
mendorong setiap negara akan berusaha melakukan efisiensi atau menghilangkan
ekonomi biaya tinggi agar dapat bersaing ataupun melakukan merger, konsolidasi,
akuisisi, aliansi, dan kerajsama bilateral antarperusahaan dalam bentuk apa pun
agar dapat menang dalam persaingan. Salah satu cara untuk menekan biaya tinggi
adalah menggiring perusahaan swasta masuk ke pasar modal agar struktur modal
perusahaan menjadi lebih baik, lebih efisien, dan lebih terkendali oleh
masyrakat, serta privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menghapuskan
beban berat yang ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
karena kebanyakan BUMN menderita kerugian yang disebabkan oleh salah urus. Pada
hakikatnya, yang dimaksud dengan struktur permodalan adalah pencerminan dari
perimbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri dari suatu
perusahaan.
Untuk dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan globalisasi ekonomi dan pembangunan nasional secara bersamaan,
pasar modal sebagai salah satu alternatif pembiayaan pembangunan, harus dapat
memfasilitasi perkembangan ekonomi pasar. Sistem ekonomi pasar di Indonesia
dianggap hanya memakmurkan sebagian kecil golongan masyarakat. Di banyak negara
tetangga, sistem ekonomi pasar berhasil memakmurkan sebagian besar rakyatnya,
sehingga banyak negara yang sebelumnya beralih ke sistem ekonomi pasar sejak
tahun 1988. Negara yang menganut paham sosialis pun, seperti RRC, dalam
kehidupan perekonomiannya sudah mengarah kepada praktik yang umum terdapat di
negara kapitalis. Hal ini berarti kegagalan di Indonesia dapat disebabkan oleh
unsur manusianya yang tidak beres, pengelolaan negara yang salah urus, atau
subsistem ekonomi yang tidak komplit, dan bukan kesalahan sistem ekonomi pasar
itu sendiri. Mengingat pentingnya pasar modal bagi pembangunan nasional,
pemerintah hendaknya melalui Bapepam mengatur pasar modal Indonesia dengan baik
sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan bangsa dan negara.
Sejarah perkembangan pasar modal di
Indonesia dapat dibagi dalam beberapa periode. Pembagian tersebut dimaksudkan
karena ada hal-hal khusus yang terjadi dalam periode perkembangannya baik
dilihat dai sisi peraturan maupun dari sisi ekonomi, bahkan juga dari sisi
politik dan keamanan. Adapun periode yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Periode Permulaan
(1878-1912)
2. Periode Pembentukan
Bursa (1912-1925)
3. Periode Awal
Kemerdekaan (1925-1952)
4. Periode Kebangkitan
(1952-1977)
5. Periode Pengaktifan
Kembali (1977-1987)
6. Periode Deregulasi
(1987-1995)
7. Periode Kepastian
Hukum (1995-sekarang)
8. Periode Menyonsong
Independensi Bapepam
Untuk lebih jelas perkembangan
dinamika pasar modal Indonesia akan ditinjau pada masing-masing periode:
1.
Periode Permulaan (1878-1992)
Di Indonesia, kegiatan transaksi saham
dan obligasi dimulai pada abad ke -19. Menurut buku Effectengids yang
dikeluarkan Vereniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, transaksi efek
telah berlangsung sejak 1880. Berhubung bursa belum dikenal, maka perdagangan
saham dan obligasi dilakukan tanpa organisasi resmi sehingga catatan resmi
tentang transaksi tersebut tidak lengkap.
Menurut perkiraan, bahwa yang
diperjualbelikan waktu itu adalah saham atau obligasi yang listing di bursa
Amsterdam yang dimiliki oleh investor yang ada di Batavia, Surabaya, dan
Semarang. Dengan demikian, karena belum ada bursa resmi, dapat dikatakan bahwa
periode ini adalah periode permulaan sejarah pasar modal Indonesia.
2.
Periode Pembentukan Bursa (1912-1925)
Perkembangan transaksi efek semakin
meningkat, tetapi bursa yang resmi belum ada. Akhirnya, pada tanggal 14
Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa di Batavia.
Bursa ini merupakan bursa tertua keempat di Asia, setelah Bombay, Hongkong dan
Tokyo. Bursa yang dinamakan Vereniging voor de Effectenhandel,
memperjualbelikan saham dan obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang
beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan
kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan
oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda
lainnya. Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu :
Fa. Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa.
Adree Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette
Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D.
Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders.[1]
Setelah berdirinya Bursa Efek Batavia, maka periode ini pada tanggal 11 Januari
1925 terbentuk Bursa Efek Surabaya. Pada tanggal 1 Agustus 1925 terbentuk Bursa
Efek Semarang.
3.
Periode Awal Kemerdekaan (1925-1952)
Perkembangan perdagangan efek pada
periode ini berlangsung marak, namun tidak bertahan lama karena dihadapkan pada
resesi ekonomi pada tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II (PD II). Pada saat
PD II, bursa efek di negeri Belanda tidak aktif karena sebagian saham-saham
milik orang Belanda dirampas oleh Jerman. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
bursa efek di Indonesia. Keadaaan makin memburuk dan tidak memungkinkan lagi
Bursa Efek Jakarta untuk beroperasi, sehingga pada tanggal 10 Mei 1940, Bursa
Efek Jakarta resmi ditutup. Bursa Efek Surabaya dan Semarang telah lebih dulu
ditutup.
Setelah tujuh bulan ditutup, pada tanggal 23
Desember 1940 Bursa Efek Jakarta kembali diaktifkan, karena selama PD II Bursa
Efek Paris tetap berjalan, demikian pula halnya dengan Bursa Efek London yang
hanya ditutup beberapa hari saja. Akan
tetapi, aktifnya Bursa Efek Jakarta tidak
berlangsung lama, karena Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942, Bursa Efek
Jakarta kembali ditutup.
Pada tanggal 17 Agustus 1945,
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan ke seluruh pelosok negeri,
tetapi keadaan ekonomi begitu buruk. Republik Indonesia yang baru merdeka
berada dalam kondisi keuangan yang amat memprihatinkan, sementara di sisi lain,
operasionalisasi pemerintahan tidak dapat ditunda. Kesulitan itu masih ditambah
dengan persoalan moneter. Di tengah-tengah masyarakat beredar tiga jenis mata
uang yaitu, mata uang Republik, mata uang penjajahan Belanda, dan mata uang
pendudukan Jepang. Supaya roda pemerintahan dapat berjalan, pemerintah RI
meminta persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP)
untuk melakukan pencarian pinjaman nasional. Dengan Undang-Undang No. 4 Tahun
1946, pinjaman dari masyarakat mulai dihimpun.
Berdasarkan alasan itu, pada tahun
1947 pemerintah berencana untuk membuka kembali Bursa Efek Jakarta. Akan
tetapi, rencana ini tertunda karena terhambat oleh situasi ekonomi yang
memburuk. Sejak penyerahan kedaulatan kepada pemerintah RI oleh pemerintah
Belanda pada tahun 1949, beban utang luar negeri dan dalam negeri kian
membengkak sehingga menyebabkan defisit yang sangat besar. Keadaan tersebut
membuat pemerintah Indonesia memprioritaskan pembukaan kembali Bursa Efek
Jakarta dalam program kerjanya, agar masyarakat tidak dirugikan. Untuk
menunjang maksud itu, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Darurat
No 13. Tahun 1953 yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun
1952 yang mengatur tentang Bursa Efek. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan No. 289737/UU tanggal 1 November 1951 penyelenggaraan bursa
diserahkan kepada Perserikatan Uang dan Efekefek (PPUE). Bank Indonesia (BI)
ditunjuk sebagai penasihat dan selanjutnya dipilih pengurus.
4.
Periode Kebangkitan (1952-1976)
Tanggal 3 Juni 1952 seperti yang telah
diputuskan oleh rapat umum PPUE, Bursa Efek Jakarta kembali dibuka secara resmi
oleh Menteri Keuangan, Sumitro Djojohadikusumo. Selanjutnya, pada tanggal 26
September 1952 merupakan salah satu tonggak sejarah pasar modal Indonesia,
ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat yang kemudian ditetapkan
menjadi Undang-Undang Bursa. Memasuki tahun 1958 keadaan perdagangan efek
menjadi lesu karena beberapa hal:[2]
1.
Banyaknya warga Belanda yang meninggalkan Indonesia.
2.
Adanya nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda oleh
pemerintah RI sesuai dengan Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 tentang
Nasionalisasi.
3.
Tahun 1960 Badan Nasionalisasi Persuahaan Belanda (BANAS)
melakukan larangan memperdagangkan efek-efek yang diterbitkan oleh
perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia termasuk efek-efek dengan
nilai mata uang Belanda (Nf).
Kemudian kondisi ini diperparah dengan
adanya sengketa Irian Barat dengan Belanda (1962) dan tingginya inflasi
menjelang akhir pemerintahan Orde Lama (1966) yang mencapai 650%. Keadaan itu
mengguncangkan sendi perekonomian dan kepercayaan masyarakat menjadi berkurang
terhadap pasar modal. Akibatnya, Bursa Efek Jakarta ditutup dengan sendirinya.
Kondisi ini berlangsung sampai tahun 1977.
4.
Periode Pengaktifan Kembali (1977-1987)
Pasar modal tidak menjalankan aktivitasnya sampai tahun 1977. Penutupan
pasar modal Indonesia tersebut tidak lepas dari orientasi politik pemerintah
Orde Lama yang menolak modal asing dalam kebijakan nasionalisasi. Setelah
pemerintahan berganti kepada Pemerintahan Orde Baru, kebijakan politik dan
ekonomi Indonesia tidak lagi konfrontatif dengan dunia Barat. Pemerintahan Orde
Baru segera mencanangkan pembangunan ekonomi secara sistematis dengan pola target lima
tahunan. Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Barat untuk membangun.
Pertumbuhan mulai, perekonomian bergerak. Pemerintah pun berencana mengaktifkan
kembali pasar modal.
Dengan
surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI di
bentuk tim persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Hasil penelitian tim
menyatakan bahwa benih dari pasar modal di Indonesia sebenarnya sudah ditanam
pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih
awam tentang pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek di Indonesia sejak tahun
1958 s/d 1976 mengalami kemunduran. Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan
baik, maka dengan surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep- 25/MK/IV/1/72 tanggal 13
Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan
Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri
Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral. Dengan terbentuknya Bapepam,
maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali pasar uang dan
pasar modal. Selain sebagai pembantu Menteri Keuangan, Bapepam juga menjalankan
fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek.[3]Akhirnya,
pada tanggal 10 Agustus 1977, Presiden Soeharto meresmikan pasar modal di zaman
Orde Baru.
Namun demikian, pengaktifan kembali
pasar modal, tidak menyebabkan kegiatan di bidang pasar modal menjadi marak.
Yang terjadi, justru munculnya sejumlah kendala di dalam kegiatan di bidang
pasar modal. Perjalanan pasar modal Indonesia ternyata masih menentukan waktu
dan proses yang cukup panjang untuk mencapai pasar modal yang maju dan modern.
Berdasarkan catatan paling tidak ada lima persyaratan yang menghambat minat
para pemilik perusahaan untuk masuk ke pasar modal, yaitu:
1.
Persyaratan laba minimum sebesar 10 % dari modal sendiri
bagi perusahaan yang ingin go public. Keuntungan itu harus diperoleh perusahaan
selama dua tahun sebelum melakukan penawaran umum kepada masyarakat. Tentunya,
persyaratan ini memberatkan perusahaan yang ingin go public.
Investor asing tidak mempunyai
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilikan saham perusahaan yang
ditawarkan di pasar modal Indonesia. Padahal, kalau melihat kondisi bangsa
Indonesia yang saat itu berpendapatan pada kisaran US$ 1,000 per kapita,
potensi investor asing lebih besar. Akibatnya, jumlah investor tidak
2.
berkembang dan volume serta nilai transaksi boleh
dikatakan tidak beranjak maju.
3.
Adanya batasan maksimum fluktuasi harga saham sebesar 4 %
dari harga awal saham dalam setiap hari perdagangan di bursa. Batasan ini
menjadikan pasar modal kita kurang menarik. Padahal kalau kita cermati
bursa-bursa di dunia, dinamikanya begitu tajam dan cepat. Dengan demikian,
harga saham yang terbentuk bukan karena mekanisme pasar, karena ada batas pagu
(plafond) fluktuasi harga saham.
4.
Tidak adanya perlakuan yang sama untuk pajak atas
penghasilan dari bunga deposito dan dividen. Akibatnya, menanamkan uang dalam
bentuk deposito jauh lebih menarik ketimbang berinvestasi di pasar modal.
5.
Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk
mencatatkan seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh di bursa.
6.
Periode Deregulasi (1987-1995)
Hambatan-hambatan yang merintangi perkembangan pasar modal telah
disadari pemerintah. Pemerintah melakukan perombakan peraturan yang nyata-nyata
menghambat minat perusahaan untuk masuk pasar modal dan investor untuk
melakukan investasi pada pasar modal Indonesia.Untuk mengatasi masalah itu
pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan
pasar modal, yaitu :
1.
Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (Pakdes 1987)
Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan
persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang
sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain
itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49%
dari total emisi. Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di
bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang
belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.
2.
Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (Pakto 88)
Pakto 88 ditujukan pada sektor
perbankan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88
berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak
atas bunga deposito. Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap
perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti
pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar
modal.
3.
Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (Pakdes 88)
Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan
yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk
menyelenggarakan bursa.
Deregulasi pada intinya adalah
melakukan penyederhanaan dan merangsang minat perusahaan untuk masuk ke bursa
serta menyediakan kemudahan-kemudahan bagi investor.
Jika selama masa 1984-1988 tidak satu
pun perusahaan yang go public, tahun 1999 sejak deregulasi dilancarkan, pasar
modal Indonesia benar-benar booming. Selama tahun 1989 terdapat 37 perusahaan
go public dan sahamnya tercatat (listed) di BEJ. Sedemikian banyaknya
perusahaan-perusahaan yang mencari dana lewat pasar modal, sehingga pada masa
itu masyarakat luas pun berduyun-duyun untuk menjadi investor. Pasar modal
mengalami kemajuan yang pesat. Perkembangan yang menggembirakan ini terus
berlanjut dengan swastanisasi bursa.
1.
16 Juni 1989, berdiri PT Bursa Efek Surabaya (BES).
2.
2 April 1991, berdiri Bursa Paralel Indonesia (BPI).
3.
13 Juli 1992, berdiri PT Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang
menggantikan peran Bapepam sebagai pelaksana bursa.
4.
22 Juli 1995, penggabungan Bursa Paralel dengan PT BES.
5.
Periode Kepastian Hukum (1995-sekarang)
Dampak postitif dari kebijakan
deregulasi telah menebalkan kepercayaan investor dan perusahaan terhadap pasar
modal Indonesia. Puncak kepercayaan itu ditandai dengan lahirnya Undang-Undang
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang berlaku efektif sejak tanggal
1Januari 1996. Undang-undang ini dapat dikatakan sebagai undang-undang yang
cukup komprehensif, karena mengacu pada aturan-aturan yang berlaku secara
internasional.
Undang-undang ini dilengkapi dengan PP
No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan PP
No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal. Kemudian
ada beberapa keputusan menteri dan seperangkat peraturan yang dikeluarkan oleh
Bapepam yang jumlahnya lebih dari 150 buah peraturan.
Salah satu hal yang perlu dicermati
dalam Undang-Undang Pasar Modal adalah diberikannya kewenangan yang cukup besar
dan luas kepada Bapepam selaku badan pengawas. Undang-undang ini dengan tegas
mengamanatkan kepada Bapepam untuk melakukan penyelidikan, pemeriksaan, dan
penyidikan terhadap kejahatan yang terjadi di bidang pasar modal. Selain itu,
Bapepam merupakan Self Regulation Organization (SRO) yang menjadikan Bapepam
mudah untuk bergerak dan menegakkan hukum, sehingga menjamin kepastian hukum.
7.
Periode Menyongsong Independensi Bapepam
Menurut UUPM, Bapepam
bertugas untuk mencipatakan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien, serta
melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Bapepam mempunyai 17 kewenangan
yang diberikan UUPM yang secara sederhana dikategorikan ke dalam tiga macam,
yaitu kewenangan untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan. Untuk
mengekefktifkan independensi Bapepam menjadi suatu hal yang amat penting untuk
menegakkan hukum secara konsisten, imparsial, dan adil. Posisi struktural
Bapepam sebagai badan yang berada di bawah Departemen Keuangan menjadi titik
perhatian.
Saat ini posisi
struktural Bapepam membuka peluang pihak-pihak lain untuk melakukan intervensi
demi kepentingan lain di luar soal penegakan hukum yang konsisten, tegas, adil
dan imparsial. Dengan demikian kinerja dan wibawa Bapepam akan lebih terjaga
lagi. Persiapan menuju independensi Bapepam harus segera dilaksanakan, karena
dasar hukum untuk mengimplementasikannya sudah ada, yaitu:
a.
Amanat GBHN (1999-2004) Bab IV huruf b angka 8.
Mengembangkan pasar modal yang sehat,
transparan, efisien, dan meningkatkan penerapan peraturan perundang-undangan
yang sesuai dengan standar internasional yang diawasi oleh lembaga independen.
b.
UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Penjelasan
Pasal 34.
Lembagapengawasan jasa keuangan yang
akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap bank dan perusahaan-perusahaan
sektor jasa keuangan lainnya, yaitu asuransi, dana pensiun, sekuritas,
perusahaan pembiayaan, dan badan-badan lain yang menyelenggarakan. pengelolaan
dana masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya,
kedudukannya berada di luar kendali pemerintah serta berkewajiban menyampaikan
laporan kepada BPK dan DPR.
c. Amandemen UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia telah diselesaikan oleh Panitia Khusus DPR RI. Hasil amandemen
tersebut menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus sudah terbentuk
selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2010.
Perkembangan terbaru berkaitan dengan
independensi Bapepam yaitu mengenai pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
seperti yang tersebut dalam poin huruf c di atas. UU No. 23 Tahun 1999 dan
kemudian disempurnakan melalui UU No. 3 Tahun 2004 yang mengamanatkan fungsi
pengawasan perbankan dan keuangan lainnya akan dialihkan ke Lembaga Pengawas
Jasa Keuangan (LPJK) independen atau sering disebut dengan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2004, OJK harus terbentuk
selambat-lambatnya 31 Desember 2010 sebagai lembaga independen yang mengawasi
lembaga keuangan, baik bank maupun bukan bank, seperti perusahaan sekuritas,
anjak piutang, sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan pembiayaan, reksa
dana, asuransi, dan dana pensiun serta lembaga lain yang berkegiatan
mengumpulkan dana masyarakat.
Salah satu embrio OJK adalah Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang sekarang masih di
bawah Kementerian Keuangan. Dengan adanya OJK maka Bapepam-LK akan lepas dari
Kementerian Keuangan. Ide pembentukan OJK berasal dari pengalaman Indonesia
dalam menghadapi krisis keuangan. Alhasil, setelah munculnya krisis keuangan
global dan ditambah dengan isu panas Bank Century maka pembentukan OJK semakin
ramai dibicarakan. Bahkan UU No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
mengamanatkan bahwa sebelum 31 Desember 2010, OJK sudah harus terbentuk.67 B.
Pengembangan Pasar Modal Indonesia Oleh karena OJK merupakan hal yang baru dan
berkembang dalam pasar modal Indonesia maka pembahasan mengenai OJK ini akan
dibahas pada bagian selanjutnya yaitu Bab II bagian b mengenai Pengembangan
Pasar Modal Indonesia.
B. TUJUAN
1. Mengetahui Sejarah Perkembangan
Pasar Modal di Indonesia.
2. Memahami
Periode-Periode Perkembangan Pasar Modal di Indonesia.
II. Pembahasan
A.
Pengertian Pasar Modal
Pasar
modal adalah bagian dari pasar keuangan (financial
market), dimana kegiatan pasar keuangan ini meliputi:
1.
Pasar uang (money market)
2.
Pasar modal (capital market)
3.
Lembaga pembiayaan lainnya
seperti sewa beli (leasing), anjak
piutang (factoring), modal ventura (venture capital), kartu kredit (credit card).
Sehingga pasar
modal merupakan konsep yang lebih sempit atau bagian dari pasar keuangan. Pasar
modal sering disebut sebagai pasar tempat dilakukannya penawaran umum atau
diperdagangkannya berbagai bentuk instrumen keuangan jangka panjang, berbeda
dengan pasar uang yang merupakan tempat diperdagangkannya dana jangka pendek.
Pasar modal (capital market) mempertemukan pemilik
dana (supplier of funds) dengan
pengguna dana (user of funds) untuk
tujuan investasi jangka menengah (middle-term
investment) dan jangka panjang (long-term
investment). Pemilik dana menyerahkan sejumlah dana sedangkan penerima dana
(perusahaan terbuka) menyerahkan surat bukti kepemilikan berupa efek. Pasar (market) adalah sarana / tempat yang mempertemukan pembeli dan penjual
untuk melakukan transaksi atas suatu
komoditas atau jasa. Pengertian modal (capital)
dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1.
Barang modal (capital goods), misalnya: tanah,
bangunan/gedung, mesin.
2.
Modal uang (fund) yang berupa financial assets.
Sedangkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian bahwa pasar modal adalah
seluruh kegiatan yang mempertemukan penawaran dan permintaan atau merupakan
aktifitas yang memperjualbelikan surat-surat berharga.
Pendapat lain menyatakan bahwa pasar
modal berarti suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang baik utang maupun
modal sendiri diperdagangkan. Dana-dana jangka panjang yang merupakan utang
biasanya berbentuk obligasi, sedangkan dana jangka panjang yang merupakan modal
sendiri biasanya berbentuk saham.
Abdulbasith Anwar yang mengutip
pernyataan Hugh T. Patrick dan U Tun Wai membedakan pengertian pasar modal
menjadi 3 (tiga), yaitu:
1.
Dalam arti luas:
”Pasar modal adalah keseluruhan sistem
keuangan yang terorganisir, termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di
bidang keuangan, surat berharga/klaim panjang pendek primer dan yang tidak
langsung.”
2.
Dalam arti menengah:
”Pasar modal adalah semua pasar yang
terorganisir dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit
(biasanya berjangka lebih dari satu tahun) termasuk saham, obligasi, pinjaman
berjangka, hipotik, tabungan dan deposito berjangka.”
3.
Dalam arti sempit:
”Pasar modal adalah tempat pasar uang
terorganisir yang memperdagangkan saham dan obligasi dengan menggunakan jasa
makelar dan underwriter.” Dalam pasal 1 butir 13 Undang-Undang Pasar Modal
tentang ketentuan umum menyatakan bahwa:
” Pasar Modal adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan Efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek ”
Berdasarkan beberapa pendapat diatas
maka pasar modal dapat diartikan sebagai pasar tempat bertemunya pemilik dana
yang akan menyerahkan sejumlah dana kepada pengguna dana untuk tujuan investasi
dengan pengguna dana yang akan memberikan surat bukti kepemilikan berupa efek
kepada pemilik dana, dimana mereka akan melakukan transaksi berbagai bentuk
instrumen keuangan jangka panjang. Dana-dana jangka panjang yang merupakan
utang biasanya berbentuk obligasi, sedangkan dana jangka panjang yang merupakan
modal sendiri biasanya berbentuk saham.
Pemilik dana, baik perorangan maupun
suatu lembaga atau badan hukum menginvestasikan kelebihan dana yang dimilikinya
agar lebih produktif dan lebih berkembang. Mereka mengharapkan memperoleh suatu
keuntungan di masa datang (future earning) yang memberikan nilai tambah atas
dana yang diinvestasikannya selama periode waktu tertentu dalam bentuk efek di
pasar modal.
Menurut Tandelilin (2001), dalam
konteks perekonomian ada beberapa motif mengapa seseorang melakukan investasi,
antara lain adalah:
a. Untuk mendapatkan kehidupan yang
lebih layak di masa yang akan datang Kebutuhan untuk mendapatkan hidup yang
layak di masa depan merupakan keinginan setiap manusia, sehingga upaya-upaya
untuk mencapai hal tersebut selalu akan
dilakukan.
b. Mengurangi tekanan inflasi
Faktor inflasi tidak pernah dapat
dihindari dalam kehidupan ekonomi, yang dapat dilakukan adalah meminimalisir
risiko akibat adanya inflasi. Investasi dalam sebuah bisnis tentunya dapat
dikategorikan sebagai langkah yang efektif .
c. Sebagai usaha untuk menghemat pajak
Di beberapa negara banyak diberlakukan
kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui
pemberian fasilitas perpajakan tersendiri kepada masyarakat yang melakukan
investasi pada suatu usaha tertentu.
Hal ini sejalan dengan fungsi pasar
modal dari segi ekonomi yang menfasilitasi berpindahnya dana dari pemilik dana
yang kelebihan dana kepada penerima dana untuk diinvestasikan dengan harapan
akan mendapatkan imbalan
atas penyertaan dana tersebut.
Sedangkan dari sisi penerima atau pengguna dana, dengan tersedianya dana tersebut
memungkinkan bagi perusahaan yang bersangkutan untuk mengembangkan bidang
usahanya. Hal ini akan sangat membantu pengembangan usaha karena dana dari
pasar modal yang berbentuk dana segar, tidak perlu waktu terlalu lama untuk
mendapatkannya dibandingkan dengan dana yang berasal dari hasil produksi
perusahaan. Disamping itu dana yang berasal dari pasar modal jumlahnya jauh
lebih besar dibandingkan dengan dana yang berasal dari hasil produksi.
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pasar
modal sering disebut sebagai pasar tempat dilakukannya penawaran umum atau
diperdagangkannya berbagai bentuk instrumen keuangan jangka panjang, berbeda
dengan pasar uang yang merupakan tempat diperdagangkannya dana jangka pendek.
Pasar
modal (capital market) mempertemukan
pemilik dana (supplier of funds)
dengan pengguna dana (user of funds)
untuk tujuan investasi jangka menengah (middle-term
investment) dan jangka panjang (long-term
investment). Pemilik dana menyerahkan sejumlah dana sedangkan penerima dana
(perusahaan terbuka) menyerahkan surat bukti kepemilikan berupa efek.
Sejarah
perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa periode.
Pembagian tersebut dimaksudkan karena ada hal-hal khusus yang terjadi dalam
periode perkembangannya baik dilihat dai sisi peraturan maupun dari sisi
ekonomi, bahkan juga dari sisi politik dan keamanan. Adapun periode yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Periode Permulaan (1878-1912)
2. Periode Pembentukan Bursa (1912-1925)
3. Periode Awal Kemerdekaan (1925-1952)
4. Periode Kebangkitan (1952-1977)
5. Periode Pengaktifan Kembali (1977-1987)
6. Periode Deregulasi (1987-1995)
7. Periode Kepastian Hukum (1995-sekarang)
8. Periode Menyonsong Independensi Bapepam
0 Response to "Makalah Sejarah dan perkembangan Pasar Modal di Indonesia"
Posting Komentar